Begini Alasan Kang emil mundur ke Jakarta 1 :
Mohon maaf, walau kesempatan itu ada, saya memutuskan untuk tidak 
maju ke pemilihan Gubernur DKI 2017. Ini alasannya. mohon dibaca dengan 
seksama. Semoga Jakarta bisa memilih pemimpin terbaik tahun depan. hatur nuhun.
 ------
 Ke Jakarta Tidak ke Jakarta
 Indonesia lahir dari imajinasi. Rumah besar dengan penghuni yang 
beragam bukan seragam. Indonesianis Ben Anderson pun menyebut Indonesia 
sebagai "imagined community". Imajinasi ambisius yang mencoba menyatukan
 kebhinekaan 17 ribu pulau dan 700-an bahasa ini. Keragaman dan kekayaan
 tanah air ini luar biasa. Bangsa Portugis, Inggris dan Belanda pun 
dahulu berebut kekayaan ibu pertiwi ini. Kekayaan alam yang bisa membuat
 Belanda mau tukar guling Maluku dari Inggris dan menukarnya dengan 
pulau New Amsterdam yang berubah nama menjadi Manhattan New York City 
hari ini.
 Manusia modern Indonesia hari ini dominasinya adalah 
turunan migran Micronesia asal Tiongkok yang dalam perjalanan sejarahnya
 bercampur dengan genetika India atau Arab. Bukan aseli turunan dari 
Homo Erectus Sangiran atau The Hobbit alias Homo Floresiensis. Migrasi 
bangsa Micronesia ribuan tahun lalu mendatangi Taiwan, Filipina, 
Indonesia sampai sejauh kepulauan Pasifik dan Hawaii. Makanya sawo 
matang kita mirip dengan sawo matang orang Hawaii. Jika mau melihat 
leluhur bangsa Indonesia, datangi kaum aborigin Taiwan yang genetikanya 
mirip dengan sawo matang manusia modern Indonesia hari ini. Sehingga 
mengadu domba etnisitas manusia Indonesia hari ini dengan istilah 
pribumi bukan pribumi adalah kebodohan.
Sejarah mencatat pusat 
Nusantara saat Sriwijaya adalah disekitar Sungai Musi. Nusantara saat 
Majapahit sebagai penguasa berpusat di Mojokerto. Dan Nusantara atau 
Indonesia hari ini berpusat Jakarta. Jakarta adalah pusat 
pemerintahan/politik dan juga pusat ekonomi Indonesia. Berbeda dengan 
Amerika dimana pusat pemerintahan di Washington DC dan pusat ekonominya 
di New York atau Los Angeles. Atau Tiongkok dengan Beijing sebagai pusat
 politik dan Shanghai sebagai pusat ekonomi.
Bercampurnya segala 
pusat ini itu di Jakarta membuat manusia-manusia Indonesia berlomba 
mengadu nasib ekonomi atau nasib politiknya ke Jakarta. Jakarta adalah 
mitos. Jakarta sekaligus juga adalah bom waktu.
 ***
 
Sedemikian besarnya magnet Jakarta sebagai kepusatan atas banyak hal, 
tidaklah heran jika menjadi Gubernur Jakarta menjadi incaran utama 
panggung politik. Pak Jokowi mundur dari Solo untuk menjadi Gubernur 
Jakarta tahun 2012 yang kemudian menjadi Presiden Republik Indonesia di 
tahun 2014. Pak Ahok mundur dari anggota DPR untuk berpasangan dengan 
Pak Jokowi. Pak Alex Nurdin mundur sebagai Gubernur Sumsel, dan balik 
lagi ketika kalah. Tahun depan pak Ahok pun bersiap untuk pemilihan 
berikutnya. Dan karena satu dan lain hal, tawaran dan kesempatan itu pun
 datang kepada saya.
 Saya tidak melakukan upaya apapun yang 
bersifat mempromosikan diri ke warga Jakarta. Sehingga ketika hasil 
survey menyatakan popularitas dan elektabilitas tiba-tiba-tiba naik, 
saya duga karena apa yang saya lakukan di Bandung dengan mudah 
dikonsumsi warga Jakarta via media sosial. Jangan lupa Jakarta adalah 
kota Twitter paling cerewet se dunia.
 Kenapa tidak segera 
menyatakan maju atau tidak?  Sebagai manusia timur, saya dilatih ibu 
saya untuk menghormati silaturahmi. “Jangan menolak undangan silaturahmi
 dan perbanyak takziah pada yang baru meninggal,” itu pesan rutin Ibu 
saya. Saya paham maksudnya, dengan silaturahmi persaudaraan berlipat. 
Dengan takziah, rasa syukur dan semangat hidup bertambah.
 Itulah 
kenapa selama 3 bulan terakhir saya tidak langsung menyatakan iya atau 
tidak terhadap tawaran menjadi calon Gubernur DKI. Saya menghormati 
masukan dan aspirasi dengan menghadiri undangan silaturahmi dari beragam
 kelompok warga dan tokoh Jakarta. Saya mendatangi informal undangan 
dari 4 parpol. Dalam kurun waktu tersebut, saya mendengarkan dengan 
seksama masukan langsung dari Bapak Presiden, Ketua MPR, Ketua DPR, 
Ketua DPD, termasuk berdiskusi hangat dengan Pak Prabowo Subianto. Saya 
memperhatikan masukan warga via media sosial juga. Dan sampai hari 
Minggu 28 Februari 2015 pun saya masih menerima silaturahmi tokoh-tokoh 
nasional di Jakarta. Semua saya dengarkan dengan baik. 
   ***
 Memenangkan pemilihan Gubernur Jakarta 2017 bukan hal yang mustahil. 
Saya dulu memulai pemilihan di Bandung dengan 6% sebagai ’nobody’, 
sementara incumbent sudah 30%.  Dan akhirnya menang 45% dengan 
determinasi dan strategi kreatif ini itu. Dari survey terakhir di 
Jakarta yang masuk ke saya, popularitas sudah 60% dan elektabilitas 20%.
 Dan ini pun, dengan saya tidak melakukan apa-apa. Belum bergerak.
 Gak takut kalah? Menang kalah dalam hidup adalah biasa. Cinta saya 
pernah ditolak 2 kali. Kalah dalam sepakbola sering. Masuk arsitektur 
gara-gara tidak berhasil masuk Teknik Kimia ITB dan saya pernah 
dilecehkan berkali-kali saat di Amerika karena minoritas dan faktor ras.
 Saya sudah melewati semua itu. Makanya mau dimaki atau dibuli di 
twitter atau medsos oleh banyak pihak termasuk para buzzer lawan politik
 itu mah biasa saja. Politik itu bising. Insya Allah saya sudah kebal.
 Masalah batin saya hanya satu. Saya belum selesai menunaikan tugas 
sebagai Walikota Bandung. Andai pilkada di Indonesia ini bisa serempak 
awal dan akhirnya, tentu tidak akan ada dilema seperti ini. Jika pilkada
 bisa serempak semua, tidak akan ada stigma pemimpin kutu loncat bagi 
mereka yang ingin mengabdi ke jenjang lebih tinggi. Dan jika mengikuti 
hawa nafsu dan hitungan matematika pilkada, pastilah saya tidak banyak 
berpikir panjang. Namun hidup tidaklah harus selalu begitu. Saya ingin 
bahagia tanpa mencederai. Saya ingin menang tanpa melukai.
 ***
 Bandung hari ini sudah membaik, namun belum sehat betul. Lebay jika 
dibilang Bandung sudah berhasil. Bohong pula jika ada yang mengatakan 
Bandung tidak ada kemajuan. Dalam kurun 2 tahun ini, reformasi birokrasi
 Bandung sudah membaik. Kinerja birokrasi dari urutan ratusan tahun 2013
 sekarang urutan 1 nasional dengan nilai A. Pelayanan publik dari rapor 
merah sekarang urutan 4 nasional. Transparansi pemerintah sudah urutan 3
 dari asalnya urutan 17 di Jawa Barat. Itu progres.
 Ijin usaha 
UKM dihilangkan sama sekali. 7000 warga miskin sudah diberi kredit usaha
 tanpa bunga dan tanpa agunan. Setiap RW diberi anggaran 100 juta 
sebagai konsep pemerataan pembangunan. Pengangguran terbuka turun dari 
10,9% ke 8 %. Itu semua adalah kemajuan. Jadi Bandung membaik bukan 
hanya urusan taman, seperti yang sebagian tukang nyinyir kira.
 
Secara tata kota, perbaikan trotoar dan taman kota bergerak dengan 
cepat. Interaksi sosial berkorelasi dengan kebahagian. Karenanya Indeks 
kebahagiaan naik ke 70,6 di akhir 2015. Artinya warga Bandung bahagia. 
Problem sampah dan jalan rusak sudah hilang dari 5 besar masalah Bandung
 versi survey warga. Adipura hadir lagi setelah 17 tahun absen. Namun 
secara jujur, Kota Bandung masih punya hutang masalah yaitu urusan 
pengurangan banjir dan kemacetan. Dua problem ini menjadi prioritas di 
sisa jabatan saya.  
 Dan yang terberat, warga Bandung mayoritas 
tidak mengijinkan saya pergi sebelum menyelesaikan tugas. Di dalam kata 
‘warga Bandung’ terkandung di dalamnya suara relawan yang dulu berjibaku
 memenangkan saya, suara keluarga saya dan suara mentor hidup saya yaitu
 ibu kandung saya, yang tidak merestui kemanapun sebelum niat selesaikan
 periode pertama kewalikotaan Bandung ini tunai. Semoga warga Bandung 
juga memahami, bantu saya dengan aktif menaati aturan dan berpatisipasi 
aktif dalam program-program pemkot, agar Bandung Juara berkat usaha 
bersama.
 ***
 Indonesia tidak hanya Jakarta. Mitos pusat 
segalanya itu harus dibongkar. Saya yakin Indonesia bisa maju jika di 
daerah juga dipimpin orang-orang terpercaya dan progresif secara merata.
 Indonesia bisa hebat dengan kepemimpinan orang-orang hebat seperti Ibu 
Risma di Surabaya atau Prof. Nurdin Abdullah di Bantaeng.
 Saya 
mungkin bisa ke Jakarta, tapi tidak sekarang. Saya masih ingin 
menyelesaikan mimpi-mimpi besar di di Bandung, ibukota solidaritas Asia 
Afrika dan kota desain Unesco ini. Insya Allah banyak hal di Bandung 
akan menginspirasi Indonesia dan dunia. Oleh karena itu saya memutuskan 
dengan akal sehat dan jernih hati untuk tidak maju sebagai calon 
Gubernur Jakarta 2017.
 Mohon maaf lahir batin jika keputusan ini 
mengecewakan semua pihak yang sudah bersemangat menyampaikan aspirasi 
agar saya maju ke Jakarta di tahun 2017. Insya Allah semua indah pada 
waktunya.
 Dan walau gak nyambung, seperti biasa, bagi para jomblo, bersegeralah menikah agar panjang umur. 
 Hatur nuhun.
Sumber : https://www.facebook.com
AHOKA HEE.....AHOKA HAA........AHOKA HEE.... AHOKA....
ReplyDelete